Jumat, 01 Juli 2011

AD/ART NU


ANGGARAN DASAR NAHDLATUL ULAMA
Bismillahirrohmaanirrohim


MUQODDIMAH

Bahwa agama islam adalah rahmat bagi seluruh alam karena ajarannya mendorong kepeda para pemeluknya untuk mewujudkan kemaslahatan dan kesejahteraan hidup di dunia dan di akhirat.

Bahwa para ulama Ahlus-sunnah Waljama’ah Indonesia terpanggil untuk untuk melanjutkan dakwah islamiyah dan melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar dengan mengorganisasikan kegiatan-kegiatannya dalam suatu wadah yang bernama NAHDLATUL ULAMA, yang akan bertujuan untuk mangamalkan ajaran islam menurut faham Ahlus–sunnah Waljama’ah.

Bahwa kemaslahatan dan kesejahteraan warga NAHDLATUL ULAMA menuju Khaira Ummah adalah bagian mutlak dari kemaslahatan dan kesejahtaraan masyarakat Indonesia. Maka dengan rahmat Allah Subhanahu Wata’ala, dalam perjuangan mencapai masyarakat adil dan makmur yang menjadi cita – cita seluruh masyarakat Indonesia, perkumpulan /jam’iyah NAHDLATUL ULAMA beraqidah/berasas islam menurut faham Ahlus-Sunnah Waljama’ah dan menurut salah satu dari madzhab empat: Hanafi, Maliki, Syafe’I, dan Hambali. Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara , NAHDLATUL ULAMA berdasarkan kepada ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusian yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang di pimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan dan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Bahwa ketuhanan Yang Maha Esa bagi umat islam merupakan keimanan kepada Allah Subhanahu Wata’ala, sebagai aqidah islam yang meyakini bahwa tidak ada yang berhak di sembah selain Allah subhanahu Wata’ala.

Bahwa cita–cita Indonesia hanya diwaujudkan secara utuh apabila seluruh potensi nasional di fungsikan secara baik, dan NAHDLATUL ULAMA berkeyakinan bahwa keterlibatannya secara penuh dalam proses perjuangan dan pembangunan nasional merupakan suatu keharusan.

Bahwa untuk mewukudkan hubungan antar bangsa yang adil, damai dan manusiawi menuntut saling pengertian dan saling memerlukan, maka NAHDLATUL ULAMA bertekad untuk mengembangkan ukhuwah islamiyah, ukhuwah wathoniyah dan ukhuwah insaniyah yang mengemban kepentingan  nasioanal dan internasional. Menyadari hal–hal di atas, maka di susunlah Anggaran Dasar NAHDLATUL ULAMA sebagai berikut :

BAB I
NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN
Pasal 1

Perkumpulan/jam’iyah ini bernama NAHDLATUL ULAMA disingkat NU, didirikan di Surabaya pada tanggal 16 rajab 1344 H. bertepatan dengan tanggal 31 Januari 1926 M. untuk waktu yang tak terbatas.

Pasal  2

Nahdlatul Ulama berkedudukan di Ibu kota Negara Indonesia yang merupakan tempat kedudukan Pengurus Besarnya.


BAB II
AQIDAH / ASAS
Pasal 3

1. Nahdlatul ULama sebagai jam’iyah Diniyah Islamiyah beraqidah/berasas islam menganut faham Ahlus-Sunnah Wal-jama’ah menurut salah satu madzhab yang empat: Hanafi, Maliki, Syafe’I, dan Hambali.
2. Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, NAHDLATUL ULAMA berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusian yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

BAB III
LAMBANG

Pasal 4

Lambang Nahdlatul Ulama berupa bola dunia yang di lingkari tali simpul, dikitari oleh 9 (sembilan) bintang, 5 (lima) bintang terlatak melingkari garis khatulistiwa yang terbesar diantaranya terletak di tengah atas, sedang 4 (empat) bintang lainnya terletak melingkar di bawah garis khatulistiwa, dengan tulisan Nahdlatul Ulama dalam huruf arab yang melintang dari sebelah kanan bola dunia ke sebelah kiri, semua terlukis dengan warna putih di atas dasar hijau

BAB IV
TUJUAN DAN USAHA

Pasal 5

Tujuan Nahdlatul Ulama adalah berlakunya ajaran islam yang menganut faham Ahlus-Sunnah Waljama’ah dan menurut dari salah satu madzhab yang empat untuk terwujudnya tatanan masyarakat yang demokratis dan berkeadilan  demi kemaslahatan dan kesejahteraan umat. 

Pasal 6


Untuk mewujudkan tujuan sebagai mana pasal 5 di atas maka Nahdlatul ULama melaksanakan usaha-usaha sebagai berikut: 

a. Dibidang Aagam , mengupayakan terlaksanya ajaran islam yang menganut faham Ahlus-Sunnah Wal-jama’ah dan menurut salah satu madzhab empat dalam masyarakat dengan melaksanakan dakwah islamiyah dan amar ma’ruf nahi munkar.
b. Di bidang pendidikan, pengajaran dan kebudayaan mengupayakan terwujudnya penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran serta pengembangan kebudayaan yang sesuai dengan ajaran islam untuk membina umat agar menjadi muslim yang bertaqwa, berbudi luhur, berpengatahuan luas dan terampil, serta berguna bagi agama, bangsa dan negara.
c. Di bidang sosial, mengupayakan terwujudnya kesejahteraan lahir dan batin bagi rakyat Indonesia. 
d. Di bidang ekonomi, mengupayakan terwujudnya pembangunan ekonomi untuk pemerataan kesempatan berusaha dan menikmati hasil-hasil pembangunan, dengan mengutamakan tumbuh dan berkembangnya ekonomi kerakyatan.
e. Mengembangkan usaha-usaha lain yang bermanfaat bagi masyarakat banyak guna terwujudnya khaira ummah.

BAB V
KEANGGOTAAN

Pasal 17

1. Kenaggotaan Nhdlatul Ulama terdiri dari anggota biasa, anggota luar biasa, dan anggota kehormatan.
2. Tiap warga negara Indonesia yang beragama Islam dan sudah aqil baligh yang menyatakan kesediaannya dan taat pada Aggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.
3. Ketentuan menjadi anggota dan pemberhentian  keanggotaan diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.

Pasal 8

Ketentuan mengenai kewajiban dan hak anggota serta lain-lainnya diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.

BAB VI
STRUKTUR DAN PERANGKAT ORGANISASI

Pasal 9

Struktur Organisasi Nahdlatul Ulama terdirai dari :
a. Pengurus Besar
b. Pengurus Wilayah
c. Pengurus Cabang / Pengurus Cabang Istimewa
d. Pengurus Majelis Wakil Cabang
e. Pengurus Ranting

Pasal 10

1. Untuk melaksanakan tujuan dan usaha-usaha sebagaimana dimaksud Pasal 5 dan 6, Nahdlatul Ulama membentuk perangkat organisasi uang meliputi : Lembaga, Lajnah dan Badan Otonom yang merupakan bagian dari kesatuan organisasi jam’iyah Nahdlatul Ulama.
2. Ketentuan pembentukan Lembaga, Lajnah dan Badan Otonom diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.

BAB VII
KEPENGURUSAN

Pasal 11

1. Kepengurusan Nahdlatul Ulama terdiri dari Mustasyar, Syuriyah, Tanfidziyah.
2. Mustasyar adalah penasehat yang terdapat di Pengurus Besar, Pengurus Wilayah, Pengurus Cabang, Pengurus Cabang Istimewah dan Pengurus Majelis Wakil Cabang.
3. Syuriyah adalah pimpinan tertinggi Nahdlatul Ulama.
4. Tanfidziyah adalah Pelaksana.
5. Tugas, wewenang, kewajiban dan hak Mustasyar, Syuriyah dan Tanfidziyah diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.

Pasal 12

1. Masa jabatan Pengurus sebagaiman yang dimaksud pada pasal 9 adalah 5 ( lima ) tahun di semua tingkatan, kecuali Pengurus Cabang Istimewa selama 3 ( tiga) tahun.
2. Masa Jabatan Pengurus Lembaga dan Lajnah disesuaikan dengan masa jabatan Pengurus Nahdlatul Ulama di tingkatan msing-masing.
3. Masa jabatan Pengurus Bandan Otonom ditentukan dalam Peraturan Dasar Badan Otonom yang bersangkutan.

Pasal 13

1. Pengurus Besar Nahdlatul Ulama terdiri dari :

a. Mustasyar Pengurus Besar.
b. Pengurus Besar Harian Syuriyah.
c. Pengurus Besar Lengkap Syuriyah
d. Pengurus Besar Harian Tanfidziyah
e. Pengurus Besar Lengkap Tanfidziyah
f. Pengurus Besar Pleno.

2. Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama terdiri dari :
a. Mustasyar Pengurus Wilayah
b. Pengurus Wilayah Syuriyah.
c. Pengurus Wilayah Lengkap Syuriyah
d. Pengurus Wilayah Harian Tanfidziyah
e. Pengurus Wilayah Lengkap Tanfidziyah
  1. f. Pengurus Wilayah Pleno.

3. Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama terdiri dari :
a. Mustasyar Pengurus Cabang.
b. Pengurus Cabang Syuriyah.
c. Pengurus Cabang Lengkap Syuriyah
d. Pengurus Cabang Harian Tanfidziyah
e. Pengurus Cabang Lengkap Tanfidziyah
f. Pengurus Cabang Pleno.

4. Pengurus Cabang Istimewa terdiri dari :
a. Mustasyar Pengurus Cabang
b. Pengurus Cabang Syuriyah.
c. Pengurus Cabang Lengkap Syuriyah
d. Pengurus Cabang Harian Tanfidziyah
e. Pengurus Cabang Lengkap Tanfidziyah
f. Pengurus Cabang Pleno.

5. Pengurus Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama terdiri dari :
a. Mustasyar Pengurus Majelis Wakil Cabang
b. Pengurus Majelis Wakil Cabang Syuriyah.
c. Pengurus Majelis Wakil Cabang Lengkap Syuriyah
d. Pengurus Majelis Wakil Cabang Harian Tanfidziyah
e. Pengurus Majelis Wakil Cabang Lengkap Tanfidziyah
f. Pengurus Majelis Wakil Cabang Pleno.

6. Pengurus Ranting Nahdlatul Ulama teridiri dari :
a. Pengurus Ranting Harian Syuriyah
b. Pengurus Ranting Lengkap Syuriyah
c. Pengurus Ranting Harian Tanfidziyah
d. Pengurus Ranting Lengkap Tanfidziyah
e. Pengurus Ranting Pleno.

7. Ketentuan mengenai susunan dan komposisi Pengurus diatus dalam Anggaran Rumah Tangga.

Pasal 14

1. Pengurus Nahdlatul Ulama di semua tingkatan dipilih dan ditetapkan dalam permusyawaratan sesuai tingkatan.
2. Ketentuan pemilihan dan penetapan Pengurus Nahdlatul Ulama diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.

Pasal 15

Apabila terjadi kekosongan jabatan antara waktu dalam kepengurusan Nahdlatul Ulama, maka ketentuan pengisiannya diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.

BAB VIII
PERMUSYAWARATAN

Pasal 16

Permusyawaratan di lingkungan Nahdlatul Ulama meliputi :
a. Permusyawaratan Tingkat Nasiona.
b. Permusyawaratan Tingkat Daerah.
c. Permusyawaratan bagi perangkat Organisasi.


Pasal 17

1. Permusyawaratan tingkat nasional di lingkungan Nahdlatul Ulama adalah 
a. Muktamar.
b. Muktamar Luar Biasa
c. Konferensi Besar.
d. Musyawarah Nasional Alim Ulama.
e. Rapat Koordinasi Nasional.
2. Ketentuan Permusyawaratan Nasiaoanal sebagaimana tersebut dalam ayat (1) Pasal 17 diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.

Pasal 18

1. Permusyawaratan untuk tingkat daerah meliputi :
a. Konferensi Wilayah
b. Musyawarah Kerja Wilayah.
c. Konferensi Cabang /  Konfrensi Cabang Istimewa.
d. Musyawarah Kerja Cabang / Musyawarah Kerja Cabang Istimewa.
e. Konferensi Majelis Wakil Cabang.
f. Musyawarah Majelis Wakil Cabang.
2. Permusyawaratan tingkat daerah sebagaimana disebut dalam ayat (1) Pasal 18 diatur Lebih lanjut dalam Anggaran Rumah Tangga.

Pasal 19

Permusyawaratan untuk lingkungan Lembaga, Lajnah dan Badan Otonom diatur dalam ketentuan internal Lembaga, Lajnah dan Badan Otonom yang bersangkutan dengan memenuhi ketentuan sebagai berikut :
a. Permusyawaratan Tertinggi Badan Otonom merujuk kepada Anggaran Dasar, Anggran Rumah Tangga, dan Program-program Nahdlatul Ulama.
b. Permusyawaratan Lembaga dan Lajnah diatur dalam Peraturan Organisasi Lembaga dan Lajnah yang bersangkutan.
c. Permusyawaratan Badan Otonom diatur dalam Peraturan Dasar dan Peraturan Rumah Tangganya.
d. Segala hasil Musyawaratan dan kebijakan Lembaga, Lajnah dan Badan Otonom dinyatakan tidak sah sepanjang bertentangan dengan keputusan Muktamar, Musyawarah Nasional Alim Ulama, Konferensi Besar dan Musyawarah Pimpinan Nasional.

BAB IX
KEUANGAN DAN KEKAYAAN

Pasal 20

1. Keuangan Nahdlatul Ulama di gali dari sumber-sumber dana di lingkungan Nahdlatul Ulama, umat islam, maupun sumber-sumber lain yang halal dan tidak mengikat.
2. Sumber dana di lingkungan Nahdlatul Ulama di peroleh dari:  a. Uang Pangkal.  b. Uang I’anah Syari’ah. c, Uang I’anah Sanawiyah. d, Sumbangan dari warga dan simpatisan warga Nahdlatul Ulama.
3. Pemanfaatan uang pangkal, I’anah syahriyah dan I’anah sanawiyah diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.  

Pasal 21

1. Kekayaan Nahdlatul Ulama dan perangkatnya berupa dana,   harta benda tidak bergerak harus dicatat kan sebagai kekayaan organisasi Nahdlatul ulama .
2. Rais Aam danketua umum mewakili Nahdlatul ulama di lam maupun di luar pengadilan tentang segala hal dan segala kejadian. Baik mengenaai kepengurusan maupun tindakan kepemilikan dengan tidak menguranngi pembatasan yang diputuskan muktamar .
3. Pengurus Besar Nahdlatul ulama dapat melimpah kan penguasaan,pengolahan dan /atau pengurusan kekayaan Nahdlatul ulama kepada pengurus wilayah ,pengurus cabang , pengurus cabang istimewa dan/atau kepada pengurus Majelis wakil cabang yang ketentuannya diatur dalam Peraturan Organisasi.
4. Segala aset Nahdlatul ulama hanya dapat digunakan untuk kepentingan Organisasi Nahdlatul ulama dan/atau perangkat nya .                  

BAB X
PERUBAHAN

Pasal 22

1. Angaran dasar ini hanya dapat diubah oleh keputusan Muktamar yang sah yang di hadiri sedikitnya dua pertiga dari jumlah pengurus wilayah dan pengurus cabang/pengurus cabang istimewa yang sah dan sedikitnya di setujui oleh dua pertiga dari jumlah suara yang sah.
2. Dalam hal muktamar yang di maksud ayat (1) pasal ini tidak dapat di adakan karena tidak tercapai korum, maka di tunda selambat-lambatnya (1) bulan dan selanjutnya dengan memnuhi syarat dan ketentuan yang sama muktamar dapat di mulai dan dapat mengambil keputusan yang sah.    


BAB XI
PEMBUBARAN ORGANISASI
Pasal 23

1. Pembubaran perkumpulan/jam’iyah Nahdlatul Ulama sebagai suatu organisasi hanya dapat di lakukan apabila mendapat persetujuan dari anggota dan pengurus di semua tingkatan.
2. Apabila Nahdlatul Ulama di bubarkan, maka segala kekayaannya di serahkan kepada organisasi atau badan amal yang sefaham. 

BAB XII
PENUTUP

Pasal 24

Muqoddimah Qonun Asasy oleh Rais Akbar Kiai Haji Muhammad Hasyim Asy’ari dan naskah khittah Nahdlatul Ulama merupakan bagian tak terpisahkan dari angggaran ini.
Pasal 25

Segala sesuatu yang belum cukup diatur dalam Anggaran Dasar ini akan diatur oleh Anggaran Rumah Tangga. 

Anggaran Dasar ini mulai berlaku sejak di sahkan. 
                         

Di tetapkan di: Asrama Haji Donohudan Boyolali, Jawa tengah                                       
Pada tanggal: 16 Syawal 1425 H

29 November 2004 M


ANGGARAN RUMAH TANGGA
NAHDLATUL ULAMA

Bismillaahirrohmaannirrohimm

BAB I
KEANGGOTAAN

Pasal 1

Keanggotaan Nahdlatul Ulama terdiri dari:
a. Anggota biasa, selanjutnya di sebut anggota, ialah setiap warga negara Indonesia yang beragama islam, menganut faham Ahlus-Sunnah Waljama’ah dan menurut salah satu madzhab yang empat ,sudah aqil baligh, menyutujui aqidah, asas, tujuan, usaha-usaha serta sanggup melaksanakan semua keputusan Nahdlatul Ulama.
b. Anggota luar biasa, ialah setiap orang yang beragama islam, menganut faham Alhus-Sunnah Waljama’ah dan menurut salah satu madzhab empat, sudah aqil baligh, menyetujui aqidah, asas, tujuan dan usaha-usaha Nahdlatul Ulama, namun yang bersangkutan berdomisili secara tetap di luar wilayah negara kesatuan Indonesia.
c. Anggota kehormatan, ialah setiap orang yang bukan anggota biasaatau anggota luar biasa yang dinyatakan telah berjasa kepada Nahdlatul Ulama dan di tetepkan dalam keputusan pengurus besar.  

BAB II
TATA CARA PENERIMAAN DAN PEMBERHENTIAN KEANGGOTAAN

Pasal 2

1. Anggota biasa di  terima melalui ranting di tempat tinggalnya.
2. Apabila tidak ada pengurus ranting di tempat tinggalnya maka pendaftaran anggota dilakukan di ranting terdekat.
3. Anggota luar biasa di terima melalui  pengurus cabang Istimewa.

Pasal 3

1. Penerimaan anggota biasa maupun luar biasa diatur dengan cara:
a. Mengajukan permintaan menjadi anggota disertai pernyataan setuju kepada aqidah, asas, tujuan dan usaha-usaha Nahdlatul Ulama secara tertulis atau lisan, membayar uang pangkal sebesar Rp 1000 (seribu rupiah).
b. Jika permintaan itu di luluskan, maka yang bersangkutan menjadi calon anggaota selama 6 (enam) bulan, dengan hak menghadiri kegiatan-kegiatan Nahdlatul Ulama secara terbuka. 
c. Apabila selama menjadi calon anggota yang bersangkutan menunjukan hal-hal yang positif, maka ia di terima menjadi anggota penuh dan kepadanya di berikan Kartu Tanda Anggota Nahdlatul Ulama ( KARTANU).
d. Permintaan menjadi anggota dapat di tolak apabila terdapat alasan yang kuat, baik syar’I maupun organisasi. 
2. Anggoat kelurga dari anggota biasa dan anggota luar biasa Nahdlatul Ulama di akui sebagai anggota keluaga besar perkumpulan /jam’iyah Nahdlatul Ulama.

Pasal 4

1. Anggota kehormatan dapat di usulkan oleh pengurus cabang, pengurus cabang istimewa atau pengurus cabang wilayah.
2. Setelah mempertimbangkan kesediaan yang bersangkutan dan memperoleh persetujuan dari pengurus besar Nahdlatul Ulama, kepadanya diberikan surat pengesahan.

Pasal 5

1. Seseorang dinyatakan berhenti dari keanggotaan Nahdlatul Ulama karena permintaan sendiri, dipecat, atau tidak lagi memenuhi syarat keanggotaan Nahdlatul Ulama.
2. Seseorang berhenti dari keanggotaan Nahdlatul Ulama karena permintaan sendiri dan di ajukan kepada pengurus ranting secara tertulis, atau di nyatakan secara lisan perlu di saksikan oleh sedikitnya 2 (dua) orang pengurus ranting.
3. Seseorang dipecat dari keanggotaan Nahdlatul Ulama karena dengan sengaja tidak memenuhi kewajibannya sebagai anggota atau melakukan perbuatan yang mencemarkan dan menodai nama Nahdlatul Ulama, baik di tinjau dari segi syar’I, kemaslahatan umum maupun organisasi dengan prosedur sebagai berikut :
a. Pemecatan anggota biasa dilakukan berdasarkan rapat pleno pengurus cabang setelah menerima usul dari Pengurus Ranting.
b. Pemecatan anggota luar biasa dilakukan berdasarkan Rapat pleno Pengurus Cabang istimewa.
c. c.Seblumdipecat , anggota yang  bersangkutan diberi surat peringatan oleh Pengurus ranting.
d. Jika setelah 15 (lima belas ) hari peringatan itu tidak diperhatikan,maka pengurus Cabang dapat memberhentikan sementara selama 3 ( tiga ) bulan .
e. Angota biasa yangdiberhentikan sementara atau di pecat dapat membela diri dalam suatu konferensi Cabang atau naik banding ke Pengurus wilayah .
f. Anggota luar biasa yang diberhentikan sementara atau dipecat dapat membela diri dalam suatu konferensi Cabang istimewa atau naik banding ke pengurus besar .
g. Pengurus besar  / Pengurus wilayah dapat meng-ambil keputusan atas pembelaan itu .
h. Surat pemberhentian atau pemecatan sebagai anggota dikeluarkan oleh Pengurus Cabang / Pengurus Cabang istimewa bersangkutan atas keputusan Rapat pleno Pengurus Cabang /Rapat Pleno pengurus Cabang / Rapat Pleno Pengurus Cabang istimewa.
i. Jika selama pemberhentian sementara yang bersangkutan tidak ruju’ilal-hag,maka keanggotaan nyah gugur dengan sendirinya .
j. Pengurus besar mempunyai wewenang memecat anggota secaralangsung jika tidak dapat dilakukan oleh pengurus dibawah nyah .
k. Pemecatan kepada seorang anggota yang dilakukan langsung oleh Pengurus Besar berdasar kan hasil rapat Pleno Pengurus Besar .
l. l.Anggota yang di pecat langsung oleh Pengurus Besar dapat membela diri dalam konferensi Besar atau Muktamar.
4. Pertimbangan dan tatacara tersebut pada ayat ( 3 ) juga berlaku terhadap pencabutan  anggota kehormatan.

BAB III
KEWAJIBAN DAN HAK ANGGOTA

Pasal 6

Angota nahdlatul ulama berkewajiban ;
a. Setia,tunduk dan taat kepada perkumpulan / jam”iyah Nahdlatul Ulama .
b. Bersunguh - sunguh mendukung dan membantu segala langkah Nahdlatul Ulama , serta bertanggung jawab atas segala sesuatu yang diamana kan kepadanyah .
c. Membayar  I’anah  Syahriyah  ( iuran bulanan ) dan I’anah Sanawiyah  (iuran taunan) yang jumlah nya ditapkan oleh pengurus Besar Nahdlatul Ulama.
d. Memupuk dan memelihara Ukhuwah Islamiah Ukhuwah wathoniah dan Ukhuwah Islamiah serta persatuan Nasional dlam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Pasal 7

1. Anggota biasa berhak;
a. Menghadiri Rapat Anggota Ranting,mengemukakan pendapat dan memberikan suara.
b. Memilih dan dipilih menjadi pengurus atau menduduki jabatan lain yang ditetap kan baginya.
c. Mengikuti kegiatan - kegiatan yang diselenggarakan oleh Nahdlatul Ulama.
d. Memberikan Usulan,masukan dan koreksi kepada pengurus dengan cara dan tujuan yanh baik.
e. Memdapatkan pembelaan,Perlindungan dan Pelayanan.
f. Melakukan pembelaan atas keputusan Nahdlatul Ulama terhadap dirinya.

2. Angota luar biasa berhak;
a. Mengikuti kegiatan kegiatan yang diselenggarakan oleh Nahdlatul Ulama.
b. Memberikan usulan, masukan dan koreksi kepada Pengurus dengan tujuan dan cara yangbaik.
c. Mendapat kan pelayanan inpormasi tentang program dan kegiatan Nahdlatul Ulama. 
d. Melakukan pembelaan atas keputusan Nahdlatul Ulama terhadap dirinya.
3. Anggota kehormatan berhak menghadiri kegiatan– kegiatan Nahdlatul Ulama atas undangan pengurus dan dapat memberikan saran–saran / pendapatnya,namun takmemiliki hak suara atas pendapat nya maupun hak memilih dan dipilih. 
4. Anggota Biasa dan Luar Biasa Nahdlatul Ulama tidak diperkenankan merangkap menjadi anggota organisasi sosial kemasyarakatan lain yang mempunyai aqidah, asas dan tujuan yang berbeda atau merugikan Nahdlatul Ulama.

BAB IV
TINGKAT KEPENGURUSAN

Pasal 8

Tingkat kepengurusan dalam organisasi Nahdlatul Ulama terdiri dari :
a. Pengurus Besar ( PB ) untuk tingkat Pusat.
b. Pengurus Wlilayah ( PW ) untuk Tingkat Propinsi
c. Pengurus Cabang ( PC ) untuk tingkat Kabupaten/Kota dan Pengurus Cabang Istimewa ( PCI ) untuk luar negeri.
d. Pengurus Majelis Wakil Cabang ( MWC ) untuk tingkat Kecamatan.
e. Pengurus Ranting ( PR ) untuk tingkat Kelurahan/Desa.

Pasal 9

1. Pengurus Besar Nahdlatul Ulama adalah kepengurusan Perkumpulan/Jam’iyah sebagai suatu organisasi di tingkat pusat dan berkedudukan di Ibukota Negara Republik Indonesia.
2. Pengurus Besar Nahdlatul Ulama sebagagai tingkat kepengurusan tertinggi dalam Nahdlatul Ulama merupakan penanggung jawab kebijakan dalam pengendalian organisasi dan pelaksanaan keputusan-keputusan Muktamar.

Pasal 10

1. Pengurusan Wilayah Nahdlatul Ulama adalah kepengurusan organisasi Nahdlatul Ulama di tingkat propinsi dan berkedudukan di ibukota Propinsi.
2. Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama dapat dibentuk jika terdapat sekurang-kurangnya 5 (lima) Cabang
3. Permintaan untuk membentuk Pengurus Wliayah Nahdlatul Ulama disampaikan kepada Pengurus Besar dengan disertai keterangan tentang daerah bersangkutan dan jumlah Cabang yang ada di daerah itu setelah melalui masa percobaan 3 (tiga) bulan.
4. Pengurus Wilayah berfungsi sebagai koordinator Cabang-cabang di daerahnya dan sebagai pelaksana Pengurus Besar untuk daerah yang bersangkutan.

Pasal 11

1. Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama adalah kepengurusan organisasi Nahdlatul Ulama di tingkat Kabupaten/Kota dan kedudukan di Ibukota Kabupaten/Kota.
2. Dalam hal-hal yang menyimpang dari ketentuan ayat 1 (satu) di atas disebabkan oleh besarnya jumlah penduduk dan luasnya daerah atau sulitnya komunikasi dan / atau factor kesejarahan, pembentukan Cabang diatur oleh kebijakan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.
3. Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama dapat dibentuk jika terdapat sekurang-kurangnya 3 (tiga) Majelis Wakil Cabang.
4. Permintaan Untuk membentuk Pengurus Cabang disampaikan kepada Pengurus Besar Nahdlatul Ulama dalam bentuk permohonan yang dikuatkan oleh Pengurus Wilayah yang bersangkutan setelah melalui masa percobaan selama 3 (tiga) bulan.
5. Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama memimpin dan mengkordinir Majelis Wakil Cabang dan Ranting di daerah kewenangannya, melaksanakan kebijaksanaan Pengurus Wilayah dan Pengurus Besar untuk daerah-nya.

Pasal 12

1. Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama adalah kepengurusan organisasi Nahdlatul Ulama setingkat Cabang yang berada di luar negeri.
2. Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama dibentuk oleh Pengurus Besar  Nahdlatul Ulama atas permohonan sekurang-kurangnya 25 (dua puluh lima) orang anggota setelah melalui masa percobaan selama 3 (tiga) bulan.

Pasal 13

1. Pengurus Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama adalah tingkat kepengurusan organisasi Nahdlatul Ulama di tingkat Kecamatan.
2. Pengurus Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama dapat dibentuk jika terdapat sekurang-kurangnya 4 (empat) Ranting.
3. Permintaan untuk membentuk Majelis Wakil  Cabang Nahdlatul Ulama disampaikan kepada Pengurus Wilayah dengan rekomendasi Pengurus Cabang dan dapat disahkan oleh pengurus Wilayah setelah melalui masa percobaan selama 3 (tiga) bulan.

Pasal 14

1. Pengurus Ranting Nahdlatul Ulama adalah tingkat kepengurusan organisasi Nahdlatul Ulama di tingkat Kelurahan/Desa.
2. Pengurus Ranting  Nahdlatul Ulama yang dimaksud dalam ayat (1) Pasal 14 dapat dibentuk jika di suatu Kelurahan/Desa terdapat sekurang-kurangnya 15 (lima belas) orang anggota.
3. Permintaan pembentukan Ranting Nahdlatul Ulama disampaikan pada Pengurus Cabang dengan rekomendasi Pengurus Majelis Wakil Cabang dan dapat disahkan oleh Pengurus Cabang setelah melalui masa percobaan selama 3 (tiga) bulan.
4. untuk efektivitas organisasi dan pengembangan anggota, dapat dibentuk Kelompok Anak Ranting ( KAR ). Setiap KAR sedikitnya terdiri dari 10 (sepuluh) orang anggota.

BAB V
PERANGKAT ORGANISASI

Pasal 15

Perangkat Organisasi Nahdlatul Ulama terdiri dari :
a. Lembaga.
b. Lajnah.
c. Badan Otonom.

Pasal 16

1. Lembaga adalah perangkat departementasi organisasi Nahdlatul Ulama yang berfungsi sebagai pelaksana kebijakan Nahdlatul Ulama berkaitan dengan suatu bidang tertentu.
2. Ketua lembaga di tunjuk langsung dan bertanggung jawab kepada pengurus Nahdlatul Ulama sesuai tingkatannya. 
3. Ketua lembaga dapat di angkat untuk maksimal 2 (dua) masa jabatan. 
4. Lembaga sesuai di maksud pada pasal 15 butir (a) dan ayat (1) pasal 16 adalah : 
a. Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama di singkat LDNU, bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang pengembangan agama islam menganut faham Ahlus-sunnah Waljama’ah.
b. Lembaga pendidikan Ma’arif Nahdlatul Ulama disingkat LP Ma’aruf NU, bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang pendidikan dan pengajaran formal.
c. Rabithah Ma’ahid al - Islamiyah Di singkat RMI, bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang pengembangan pondok pesantren.
d. Lembaga perekonomian Nahdlatul Ulama disingkat LPNU bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang pengembangan ekonomi warga Nahdlatul Ulama. 
e. Lembaga pengembangan pertanian Nahdlatul Ulama di singkat LP2NU, bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang pengembangan pertanian, lingkungan hidup dan eksplorasi kelautan.
f. Lembaga kemaslahatan keluarga Nahdlatul Ulama di singkat LKKNU, bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang kesejahteraan keluarga, sosial dan kependudukan. 
g. Lembaga kajian dan pengembangan sumber daya manusia disingkat LAKPESDAM, bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang pengkajian dan pengembangan sumber daya manusia.
h. Lembaga penyuluhan dan bantuan hukum disingkat LPBHNU, bertugas melaksanakan penyuluhan dan pemberian bantuan hukum.
i. Lembaga seni budaya muslimin Indonesia disingkat LESBUMI, bertugas melaksanakan kebijakan  Nahdlatul ULama di bidang pengembangan seni dan budaya.
j. Lembaga Amil zakat, Infaq dan shadaqah Nahdlatul Ulama di singkat LAZISNU, bertugas menghimpun, mengelola dan mentasharufkan zakat, Infaq, dan shadaqah.
k. Lembaga waqaf dan pertanahan Nahdlatul Ulama di singkat LWPNU, bertugas mengurus, mengelola serta mengembangkan tanah dan bangunan serta tanah waqaf lainnya milik Nahdlatul Ulama.
l. Lembaga Bahtsul Masa’il disingkat LBM, bertugas dan membahas masalah-masalah yang mudlu’iyah (tematik) dan waqi’iyah (aktual) yang memerlukan kepastian hukum. 
m. Lembaga Ta’mir Mesjid Indonesia di singkat LTMI, bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang pengembangan dan pemberdayaan Mesjid.
n. Lembaga pelayanan kesehatan Nahdlatul Ulama di singkat LPKNU, bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang kesehatan.

5. Pembentukan dan penghapusan lembaga di teapkan oleh permusyawaratan pada masing-masing tingkat kepengurusan Nahdlatul Ulama.
6. Pembentukan lembaga di tingkat wilayah, Cabang dan cabang istimewa, disesuaikan dengan kebutuhan penanganan program.


Pasal 17

1. Lajnah adalah perangkat organisasi Nahdlatul Ulama untuk melaksanakan program Nahdlatul Ulama yang memerlukan penanganan khusus.
2. Lajnah sebagaimana yang di maksud pasal (15) butir (b) dan ayat (1) pasal 17 adalah :
a. Lajnah Falakiyah, bertugas mengurus masalah hisab dan ru’yah,serta pengembangan ilmu Falak.
b. Lajnah Ta’rif wan Nasyr,bertugas mengembangkan penulisan , penerjamahan dan penerbitan Kitab/Buku serta media informasi menurut faham Ahlus-Sunnah Wal-Jama’ah.
3. Pembentukan dan penghapusan Lajnah, di tetapkan oleh permusyawaratan pada masing-masing tingkat kepengurusan Nahdlatul Ulama.
4. Pembentukan Lajnah di tingkat wilayah, Cabang dan majelis wakil cabang di lakukan sesuai dengan keperluan penanganan program khusus dan tenaga yang tersedia.

Pasal 18

1. Badan Otonom adalah perangkat organisasi Nahdlatul Ulama yang berfungsi melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama yang berkaitan dengan kelompok masyarakat tertentu dan beranggotakan perorangan.
2. Badan Otonom berkewajiban menyesuaikan dengan aqida, asas dan tujuan Nahdlatul Ulama.
3. Kepengurusan badan Otonom diatur menurut peraturan dasar da peratura Rumah Tangga masing-masing sesuai dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Nahdlatul Ulama.
4. Keputusan Kongres atau Konferensi Badan Otonom di laporkan kepada pengurus Besar Nahdlatul Ulama atau pengurus Nahdlatul Ulama menurut tingkatannya masing-masing.
5. Dalam melaksanakan Program, Badan Otonom memiliki keluasaan yang tidak bertentangan dengan kebijakan Nahdlatul Ulama.
6. Badan Otonom sebagaiman di maksud pasal 15 butir (c) dan ayat (1) pasal 18 adalah :
a. Jam’iyah Ahlit-Thariqah al-mu’tabarah an-nahdiliyah, adalah Badan Otonom yang berfungsi membantu melaksanakan kebijakan Nahldlatul Ulama pada pengikut tharekat mu’tabar di lingkungan Nahdlatul Ulama serta membina dan mengembangkan seni Hadrah.
b. Jam’iyah  Qurra Wal-Khuffazh,adlah badan Otonom yang membantu melaksanakan kebijakan Nahdlatul ULama pada kelompok Qori/Qoriah dan Hafizh/Hafizhah di lingkungan Nahdlatul Ulama.
c. Muslimat Nahdlatul Ulama di singkat Muslimat NU,adalah badan Otonom yang berfungsi membantu melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama pada anggota perempuan Nahdlatul Ulama.
d. Fatayat Nahdlatul Ulama di singkat Fatayat NU, adalah Badan Otonom yang berfungsi membantu melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama pada anggota perempuan muda Nahdlatul Ulama.
e. Gerakan Pemuda Ansor di singkat GP Ansor adalah Badan Otonom yang berfungsi membantu melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama, pada anggota pemuda Nahdlatul Ulama.
f. Ikatan pelajar Nahdlatul Ulama di singkat IPNU, adalah Badan Otonom yang berfungsi membantu melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama pada anggota pelajar laki-laki dan santri laki-laki.
g. Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama di singakat IPPNU, adalah Badan Otonom yang berfungsi melaksakan kebijakan Nahdlatul Ulama,pada pelajar perempuan dan santri perempuan.
h. Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama di singkat ISNU, adalah Badan Otonom yang berfungsi membantu melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama pada kelompok Sarjana dan kaum Intelektual di kalangan Nahdlatul Ulama.
i. Sarikat Buruh Muslimin Indonnesia di singkat SARBUMUSI, adalah Badan Otonom yang berfungsi melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama di bidangkesejahteraan dan pengem bangan ketenaga kerjaan.
j. Pagar Nusa,adalah Badan Otonom yang berfungsi melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama pada pengembangan seni bela diri.

Pasal 19

Pengurus Nahdlatul Ulama berkewajiban dan mengayomi seluruh lembaga, Lajnah dan Badan Otonom pada masing-masing.

BAB VI
SUSUNAN PENGURUS BESAR

Pasal 20

Susuanan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama terdiri dari :
1. Mustasyar pengurus Besar terdiri dari beberapa orang.
2. Pengurus Harian Syuriyah terdiri dari Rais Aam, Wakil Rais Aam, beberapa Rais, Katib Aam dan beberapa Katib.
3. Pengurus lengkap Syuriyah terdiri dari pengurus Harian Syuriyah dan A’wan.

Pasal 21

1. Pengurus Besar Harian Tanfidziyah terdiri dari Ketua Umum, beberapa Ketua, Sekretris Jendral, beberapa Wakil Sekretaris Jendral, Bendahara dan beberapa Wakil Bendahara.
2. Pengurus Lengkap Tanfidziyah terdiri atas Pengurus Harian Tanfidziyah, Ketua Lembaga dan Ketua Lajnah Pusat.

Pasal 22

Pengurus Pleno terdiri dari Mustasyar, Pengurus Lengkap Syuriyah, Pengurus Lengkap Tanfidziyah dan Ketua Umum Badan Otonom Pusat.

BAB VII
SUSUNAN PENGURUS WILAYAH

Pasal 23

1. Mustasyar pengurus wilayah terdiri dari beberapa orang.
2. Pengurus Harian Syuriyah rediri dari Rais, beberapa Wakil Rais, Katib dan beberapa Wakil Katib.
3. Pengurus Lengkap Syuriyah terdiri dari Pengurus Harian Syuriyah dan A’wan.

Pasal 24

1. Pengurus Harian Tanfidziyah terdiri dari Ketua, beberap Wakil Ketua, Sekretaris, beberapa Wakil Sekretaris, Bendahara dan beberapa Wakil Bendahara.
2. Pengurus Lengkap Tanfidziyah terdiri dari Pengurus Harian Tanfdziyah dan Ketua Lembaga dan Lajnah tingkat wilayah.

Pasal 25

Pengurus Pleno terdiri dari Mustasyar, Pengurus Lengkap Tanfidziyah, dan Ketua Otonom tingkat wilayah.

BAB VIII
SUSUNAN PENGURUS CABANG

Pasal 26

1. Mustasyar Pengurus cabang terdiri dari beberapa orang.
2. Pengurus Harian Syuriyah terdiri dari Rais, beberapa Wakil Rais, Katib dan beberapa Wakil Katib.
3. Pengurus Lengkap Syuriyah  terdiri dari Pengurus Harian Syuriyah dan A’wan.

Pasal 27

1. Pengurus Harian Tanfidziyah terdiri dari Ketua, beberpa Wakil Ketua, sekretaris, beberapa Wakil Sekretaris, Bendahara, beberapa Wakil bendahara.
2. Pengurus Lengkap Tanfidziyah terdiri dari Pengurus Harian Tanfidziyah dan Ketua Lembaga dan Ketua Lajnah tingkat cabang.

Pasal 28

Pengurus Pleno terdiri dari Mustasyar, Pengurus Lengkap Syuriyah, Pengurus Lengkap Tanfidziyah, dan Ketua Badan Otonom tingkat cabang.  

BAB IX
SUSUNAN PENGURUS MAJELIS WAKIL CABANG

Pasal 29

1. Mustasyar Majelis Wakil cabang terdiri dari beberapa orang.
2. Pengurus Harian Syuriyah terdiri dari Rais, beberapa Wakil Rais, Katib, bebrap Wakil Katib, 
3. Pengurus Lengkap Syuriyah terdiri dari pengurus Harian Syuriyah dan A’wan.

Pasal 30

1. Pengurus Harian Tanfidziyah terdiri dari Ketua, beberapa Wakil Ketua, Sekretris, beberapa Wakil Sekretaris, Bendahara, beberapa Wakil Bendahara.
2. Pengurus Lengkap Tanfidziyah terdiri dari Pengurus Harian Tanfidziyah dan Ketua tingkat Majelis Wakil Cabang.

Pasal 31

Pengurus Pleno terdiri dari Mustasyar, Pengurus Lengkap Syuriyah, Pengurus Lengkap Tanfidziyah dan Ketua Otonom tingkat Majelils wakil cabang.

BAB X
SUSUNAN PENGURUS RANTING

Pasal 32

1. Pengurus Harian Syuriyah terdiri darei Rais, beberapa Wakil Rais, Katib, beberapa Wakil Katib.
2. Pengurus Lengkap Syuriyah terdiri dari pengurus Harian Syuriyah dan A’wan. 
Pasal 33

Pengurus Harian Tanfidziyah teridiri dari Ketua, beberapa Wakil Ketua, Sekretaris, beberapa Wakil Sekretaris, Bendahara, beberapa Wakil Bendahara.

Pasal 34

Pengurus Pleno terdiri dari pengurus syuriyah dan pengurus Tanfidziyah dan Ketua Badan Otonom tingkat ranting.

BAB XI
SYARAT MENJADI PENGURUS

Pasal 35

1. Untuk menjadi pengurus Ranting atau Majelis Wakil cabang, seorang calon harus sudah aktif menjadi anggota Nahdlatul Ulama atau badan Otonomnya sekurang-kurangnya selama 1 (satu) tahun.
2. Untuk menjadi Pengurus cabang, seorang calon harus sudah aktif menjadi anggota Nahdlatul Ulama atau Badan Otonomnya sekurang-kurangnya selama 2 (dua) tahun.
3. Untuk menjadi Pengurus Wilayah, seorang calon harus sudah aktif menjadi anggota Nahdlatul Ulama atau badan Otonomnya sekurang-kurangnya selama 3 (tiga) tahun.
4. Untuk menjadi Pengurus Besar, seorangcalon harus sudah akif menjadi anggota Nahdlatul Ulama atau Badan Otonomnya sekurang-kurangnya 4 (empat) tahun.
5. Keanggotaan pada ayat 1, 2, 3,dan 4 pasal ini adalah sebagaimana di maksud pasal 7 ayat (2) Anggaran Dasar dan pasal 1 butir (a) dan (b) Anggaran Rumah Tangga.

BAB XII
PEMILIHAN DAN PENETAPAN PENGURUS

Pasal 36

Pemilihan dan penetapan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama :
a. Rais Aam di pilih secara langsung Oleh Muktamar.
b. Wakil Rais Aam di tunjuk oleh Rais Aam terpilih setelah mempertimbangkan aspirasi yang berkembang.
c. Ketua Umum di pilih secara langsung oleh Muktamar dengan terlebih dahulu mendapat persetujuan dari Rais Aam terpilih setelah mempertimbangkan aspirasi yang berkembang. 
d. Rais Aam terpilih, Wakil Rais dan Ketua Umum terpilih bertugas melengkapi susunan pengurus : Mustasyar, Harian Syuriyah dan Harian Tanfidziyah dengan di Bantu dengan mede formatur yang di pilih dari dan oleh peserta Muktamar.
e. Pengisian A’wan, Ketua Lembaga dan Ketua Lajnah ditetapkan oleh pengurus harian syuriyah dan Tanfidziyah.
f. Pengurus Harian SYuriyah dan Tanfidziyah dapat membentuk tim tertentu untuk menyusun kelengkapan pengurus Lembaga dan Lajnah. 

Pasal 37

Pemilihan Pengurus Wilayah Nahdlatul ULama :
a. Rais Syuriyah di pilih secara langsung oleh konferesi wilayah.
b. Ketua Tanfidziyah di pilih secara langsung oleh konferensi Wilayah dengan ter-lebih dahulu mendapat persetujuan dari Rais Syuriyah terpilih setelah mempertimbangkan aspirasi yang berkembang.
c. Rais Syuriyah dan Ketua Tanfidziyah terpilih ber-tugas melengkapi susuan pengurus : Mustasyar, Harian Syuriyah, dan Harian Tanfidziyah dengan di bantu oleh beberapa anggota mede formatur yang dipilih dari dan oleh peserta konferensi Wilayah.  
d. Pengisian A’wan, Ketua Lembaga dan ketua Lajnah ditetapkan oleh pengurus harian Syuriyah dan Tanfidziyah.
e. Pengurus Harian Syuriyah dan Tanfidziyah dapat membentuk tim untuk menyusun kelengkapan pengurus Lembaga dan Lajnah.

Pasal 38

Pemilihan pengurus Cabang/Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama :
a. Rais Syuriyah dipilih secara langsung oleh konferensi cabang.
b. Ketua Tanfidziyah dipilih secara langsung oleh konferensi cabang dengan terlebih dahulu mendapat persetujuan dari Rais Syuriyah terpilih setelah mempertimbangkan aspirasi yang berkembang.
c. Rais Syuriyah dan Ketua Tanfidziyah terpilih melengkapi susunan pengurus; Mustasyar, Harian Syuriyah dan Harian Tanfidziyah dengan di bantu oleh beberapa anggota mede formatur yang dipilih dari dan oleh peserta Konferensi cabang.
d. Pengisian A,wan, Ketua Lembaga dan Ketua Lajnah ditetapkan oleh pengurus Harian Syuriyah dan Tanfidziyah.
e. Pengurus Harian Syuriyah dan Tanfidziyah dapat membentuk tim tertentu untuk menyusun kelengkapan pengurus Lembaga dan Lajnah. 

Pasal 39

Pemilihan Pengurus Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama ;
a. Rais syuriyah dipilih secara langsung oleh Konferensi Wakil Cabang. 
b. Ketua Tanfidziyah dipilih secara langsung oleh Konferensi Wakil cabang dengan terlebih dahulu mendapat persetujuan dari Rais SYuriyah terpilih setelah mempertimbangkan aspirasi yang berkembang.
c. Rais Syuriyah dan Ketua Tanfidziyah terpilih bertugas melengkapi susunan pengurus; Mstasyar, Harian Syuriyah dan Harian Tanfidziyah dengan di bantu oleh beberapa anggota mede formatur yang dipilih dan oleh peserta Konferensi Majelis Wakil Cabang.
d. Pengisian A’wan dan Ketua Lembaga ditetapkan oleh pengurus Harian Syuriyah dan Tanfidziyah.
e. Pengurus Harian Syuriyah dan Tanfidziyah dapat membentuk tim tertentu untuk menyusun kelengkapan pengurus Lembaga.

Pasal 40

Pemilihan Pengurus Ranting Nahdlatul Ulama:
a. Rais Syuriyah dipilih secara langsung oleh musyawar anggota.
b. Ketua Tanfidziyah dipilih secara langsung oleh musyawarah anggota dengan terlebuh dahulu mendapat persetujuan dari Rais Syuriyah terpilih setelah mempertimbangkan aspirasi yang berkembang.
c. Rais Syuriyah dan Ketua Tanfidziyah terpilih bertugas melengkapi susunan pengurus; Harian Syuriyah dan Harian Tanfidziyah dengan dibantu oleh beberapa anggota mede formatur yang dipilih dari dan oleh peserta Musyawarah Anggota.
d. Pengisian A’wan ditetapkan oleh pengurus Harian Syuriyah da Tanfidziyah.

BAB XIII
PENGISIAN JABATAN ANTAR WAKTU

Pasal 41

1. Apabila terjadi kekosongan jabatan Rais Aam, maka wakil Rais Aam menjadi pejabat Rais Aam.
2. Apabila terjadi kekosongan jabatan Wakil Rais Aam, maka Rais Aam menunjuk salah seorang Rais untuk menjadi Wakil Rais Aam.
3. Apabila Wakil Rais Aam Menjadi pejabat Rais Aam, maka pengisian Wakil Rais Aam ditetapkan melalui rapat Pengurus Besar Harian Syuriyah.
4. Apabila Rais Aam dan Wakil Rais Aam berhalangan tetap dalam waktu yang bersamaan, maka:  
a. Rapat Pengurus Lengkap Syuriyah Menetapkan 
    Pejabat Rais Aam.
b. Pejabat Rais Aam yang telah di tetapkan menunjuk               
Pejabat Wakil Rais Aam.
5. Apabila terjadi kekosongan jabatan Mutasyar, Rais 
Syuriyah, Katib Aam, Katib, dan A’wan maka pengesian
Jabatan tersebut ditetapkan melalui Rapat Pengurus Besar Harian Syariyah.

Pasal 42

1. Apabila Ketua Umum berhalangan sementara, maka Ketua Umum mwnunjuk salah seorang Ketua Tanfidziyah sebagai pelaksana tugas Harian.
2. Apabila Ketua Umum berhalangan tetap, maka Rapat Pengurus Besar Harian Syuriyah dan Tanfidziyah menetapkan Pejabat Ketua Umum.
3. Apabila terjadi kekosongan jabatan Ketua Tanfidziyah Sekretaris Jendral, Wakil Sekretaris Jendral, Bendahara, Wakil Bendahara, dan Ketua Lembaga serta Ketua Lajnah maka pengisian jabatan tersebut ditetapkan melalui Rapat Pengurus Besar Harian Syuriyah dan Tanfidziyah. 

Pasal 43

Apabila terjadi kekosongan jabatan pada pimpinan wilayah, cabang/Cabang istimewa, Majelis Wakil Cabang, dan Ranting, maka proses pengisian jabatan tersebut di sesuaikan dengan ketentuan sebagaimana dalam pasal 41 dan 42 Angggaran Rumah Tangga ini.

BAB XIV
MASA JABATAN

Pasal 44

1. Masaa jabatan dalam kepengurusan Nahdlatul Ulama mengikuti ketentuan pasal 12 Anggaran Dasar Nahdlatul Ulama.
2. Rais Aam dan Ketua Umum dapat dipilih kembali.
3. Pengurus Lembaga dan Lajnah yang masa jabatannya sudah berakhir, tetap melaksanakan tugasnya sampai dengan terbentuknya kepengurusan yang baru, dengan tidak mengambil kebijakan yang mendasar.
4. Masa jabatan Badan Otonom sesuai dengan ketentuan Badan Otonom yang bersangkutan.

BAB XV
RANGKAP JABATAN

Pasal 45

1. Jabatan Pengurus Harian Nahdlatul Ulama, Lembaga, Lajnah dan Badan Otonom, tidak dapat dirangkap dengan jabatan pada tingkat kepengurusan yang lain, baik dalam jam’iyah Nahdlatul Ulama maupun dalam perangkatnya.
2. Jabatan Pengurus Harian Nahdlatul Ulama, Lembaga, Lajnah dan Badan Otonom pada semua tingkatan kepengurusan tidak dapat dirangkap dengan jabatan Pengurus Harian Partai Politik dan / atau Organisasi yang berafilasi kepadanya.
3. Jika Pengurusan Harian Nahdlatul Ulama mencalonkan diri atau dicalonkan untuk mendapatkan jabatan politik, maka yang bersangkutan harus non aktif sementara sehingga penetapan jabatan politik tersebut dinyatakan final dan yang bersangkutan dapat mengundurkan diri atau diberhentikan dengan hormat.
4. Rincian atauran pelarangan rangkap jabatan pada ayat (1), (2), dan (3) diatur dalam Peraturan Organisasi.

BAB XVI
PENGESAHAN DAN PEMBEKUAN PENGURUS
Pasal 46

1. Susunan dan personalia Pengurus Wilayah, Pengurus Cabang dan Pengurus Cabang Istimewa disahkan oleh Pengurus Besar.
2. Dalam pengesahan susunan dan personalia Pengurus Cabang, kecuali Pengurus Cabang Istimewa harus dengan rekomendasi Pengurus Wilayah.
3. Susunan dan personalia Pengurus Majelis Wakil Cabang disahkan oleh Pengurus Cabang.
4. Susunan dan personalia Pengurus Ranting disahkan oleh Pengurus Cabang dengan rekomendasi Pengurus Majelis Wakil Cabang;

Pasal 47

1. Susunan dan personalia pimpinan Lembaga dan Lajnah tingkat pusat ditetapkan oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.
2. Susunan dan personalia pimpinan Lembaga dan Lajnah tingkat Wilayah ditetapkan oleh Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama dan dilaporkan kepada Pimpinan Pusat Lembaga atau Lajnah yang bersangkutan.
3. Susunan dan personalia pimpinan lembaga dan lajnah tingkat Cabang ditetap kan oleh pengurus Cabang/Cabang istimewa Nahdlatul Ulama dan dilaporkan kepada Pimpinan Wilayah dan pimpinan Pusat Lembaga atau lajnah yang bersangkutan.

Pasal 48

1. Pengurus Besar dapat membekukan Pengurus Wilayah dan Pengurus Cabang melalui keputusan yang ditetapkan oleh Rapat Pleno Pengurus Besar.
2. Pengurus Besar dapat membekukan Pengurus Majlis Wakil Cabang dan pengurus Ranting setelah dapat rekomendasi dari Pengurus Cabang dan Wilayah.
3. Pembekuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)dan (2) Pasal ini didasarkan pada pertimbangan syar’i dan/atau ketentuan Organisasi.
4. Sekurang-Kurangnya 15 (lima belas) hari sebelum pembekuan dilakukan,terlebih dahulu diberi peringatan tertulis untuk memperbaiki.
5. Kepengurusan yang dibekukan diambil alih oleh Pengurus setingkat lebih tinggi dengan tugas mempersiapkan penyelenggaraan permusawaratan yang akan memilih Pengurus baru.
6. Selambat lambat nya 3 (tiga) bulan setelah pembekuan harus sudah terselenggara permusawaratan untuk memilih Pengurus baru.

BAB XVII
TUGAS DAN WEWENANG PENGURUS

Pasal 49

1. Mustasyar adalah ulama atau tokoh yang telah memberikan dediksi,pengabdian dan loyalitas nya kepada Nahdlatul Ulama.
2. Mustasyar bertugas memberikan nasehat kepada pengurus Nahdlatul Ulama menurut tingkatannya baik diminta atau tidak
.
Pasal 50

1. Pengurus Syuriyah selaku pimpinan tertinggi sebagai Pembina, Pengendali, pengawas dan penentu kebijakan Nahdlatul Ulama  mempunyai tugas;   
a. Menentukan kebijakan Nahdlatul Ulama dan tindaka untuk mencapai tujuan Nahdlatul Ulama.
b. Memberikan petunjuk, bimbingan dan pembinaan pemahaman, pengamalan dam pengembangan ajaran islam berdasarkan faham Ahlus-Sunnah Wal-Jama’ah, baik di bidang aqidah, syari’ah maupun akhlaq/tasawuf.
c. Mengendalikan, mengawasi dan memberikan koreksi sesuai dengan pertimbangan syar’I dan ketentuan organisasi.
d. Membatalkan keputusan perangkat organisasi Nahdlatul Ulama sebagaimana yang di maksud pada pasal 19 butir (d) Anggaran Dasar.
2. Pembagian tugas di antara anggota pengurus syuriyah diatur dalam peraturan tata kerja organisasi.

Pasal 51

1. Pengurus tanfidziyah sebagai pelaksana mempunyai kewajiban memimpin jalannya organisasi.
2. Pengurus tanfidziah sebagai pelaksana mempunyai tugas;
a. Memimpin jalannya organisasi sehari-hari sesuai dengan kebijakan yang di tentukan oleh pengurus  syuriyah.
b. Melaksankan program Jam’iyahNahdlatul Ulama.
c. Membina dan mengawasi kegiatan semua perangkat jam’iyah yang berada di bawahnya.
d. Menyampaikan laporan secara periodik kepada Pengurus Syuriyah tentang pelaksanaan tugasnya.
3. Dalam menggerakan dan mengelola program,pengurus Tanfidziyah berwenang membentuk tim kerja tetap atau sementara sesuai kebutuhan.
4. Ketua umum Pengurus Besar,ketua Pengurus Wilayah Ketua Pengurus Cabang/Cabang dan Istimewa,Ketua Pengurus Majelis Wakil Cabang dan Ketua pengurus Ranting karena jabatannya berhak menghadiri Rapat Harian dan Rapat Lengkap Pengurus Syuriyah sesuai dengan tingkatannya masing-masing .
5. Pembagian tugas diantara anggota Pengurus Tanfidziyah diatur dalam Peraturan Tata Kerja Organisasi.

BAB XVIII
KEWAJIBAN DAN HAK PENGURUS
Pasal 52

1. Pengurus berkewajiban;
a. Menjaga dan menjalankan amanat organisasi. 
b. Menjaga keutuhan organisasi kedalam maupun keluar.
c. Mematuhi Ketentuan-Ketentuan organisasi.
.2.  Pengurus berhak:
d. Membuat kebijakan,keputusan dan peraturan organisasi sepanjang tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar  dan Anggaran Rumah Tangga,atau keputusan Pengurus Nahdlatul Ulama yang lebih tinggi.
e. Memberikan saran atau koreksi kepada pengurus setingkat lebih tinggi dengan tujuan dan carayang baik.
f. Memberikan motipasi dan dorongan kepada lembaga,Lajnah dan badan otonom untuk meningkatkan kinerjanya.

BAB XIX
PERMUSAWARATAN TINGKAT NASIONAL

Pasal 53

1. Muktamar adalah intansi permusawaratan tertinggi didalam Nahdlatul Ulama,diselenggarakan oleh pengurus Besar Nahdlatul Ulama,sekali dalam 5 (lima) tahun.
2. muktamar dipimpin oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.
3. Muktamar dihadiri oleh:
a. Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.
b. Pengurus Wilayah.
c. Pengurus Cabang/Cabang Istimewa.
4. Muktamar adalah sah apabila dihadiri dua pertiga jumlah Wilayah dan Cabang/Cabang Istimewa yang sah.
5. Untuk penyelenggaraan Muktamar,Pengurus Besar Nahdlatul Ulama membentuk panitia Penyelenggara yang bertanggung jawab kepada pengurus Besar Nahdlatul Ulama.
6. PBNU berkewajiban meyampai kan laporan prtanggungjawaban Organisasi dalam Muktamar.
7. Pengurus Besar Nahdlatul Ulama membuat susunan Acara Muktamar dan Rancangan Peraturan TataTertib Muktamar yang mencakup susunan dan Tata cara pemilihan Pengurus. 

Pasal 54

Muktamar Luar Biasa sebagai mana dimaksud pasal 17 ayat (1) butir (b) Anggaran Dasar,dapat diselenggarakan atas permintaan Pengurus Besar Syuriah dengan ketentuan:
a. Diselenggarakan untuk menyelesaikan masalah-masalahnasional atau mengenai keberadaan Perkumpulan/Jam’iyah Nahdlatul Ulama.
b. Penyelesaian masalah-masalah dimaksud butir (a) tak dapat diselesaikan dalam permusawaratan lain.
c. Atas dasar Keputusan Rapat Pleno Pengurusd Besar dan rekomondasi Konperensi Besar.

Pasal 55

1. Konperensi Besar merupakan intansi permusawaratan tertinggi setelah Muktamar dan diadakan oleh Pengurus Besar.
2. Konperensi Besar dihadiri oleh anggota Pengurus Besar Pleno dan utusan Pengurus Wilayah.
3. Konperensi Besar dapat juga diselenggarakan atas permintaan sekurang-kurangya separuh dari jumlah Wilayah yang sah.
4. Konperensi Besar membicarakan pelaksanaan Keputusan-Keputusan Muktamar dan mengkaji Perkembangan organisasi serta peranannya ditengah masyarakat.
5. Konperensi Besar tidak dapat mengubah Angaran Dasar dan anggaran Rumah Tangga,keputusan Muktamar dan tidak memilih Pengurus baru.
6. Konperensi Besar adalah sah apabila dihadiri oleh lebih dari separuh jumlah peserta sebagai mana dimaksud ayat (2) Pasal ini.
7. Susunan Acara dan paraturan TataTertib Konferensi  Besar ditetapkan oleh pengurus Besar.
8. Konperensi Besar dipimpin oleh Pengurus Besar.
9. Konperensi Besar diadakan satukali dalam tengah masa jabatanPengurus Besar. 

Pasal 56

1. Musawarah Nasional Alim-Ulama yang diselengarakan oleh Pengurus Besar Syuriyah,sekurang-kurang-nya 1 (satu) Kali dalam 1 (satu)masa jabatan kepengurusan untuk membicarakan masalah keagamaan.
2. Muayawarah tersebut dapat mengundang Alim-Ulama,Pengasuh Pondok Pesantren dan Tenaga Ahli,baik dari dalam maupun dari luar Pengurus Nahdlatul Ulama.
3. Musawarah Nasional Alim-Ulama tidak dapat mengubah Anggaran Dasar,Anggaran Rumah Tangga,keputusan-keputusan Muktamar dan tidak mengadakan pemilihan Pengurus.
4. Musawarah Alim Ulama yang serupa dapat juga diselenggarakan oleh Wilayah atau Cabang Sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam 1 (satu) masa jabatan.

Pasal 57

1. Rapat Kordinasi Nasional diselenggarakan oleh Pengurus Besar untuk melaksanakan Kordinasi atas satu masalah atau kewajiban organisasi yang mendesak.
2. Rapat Kordinasi Nasional dapat diselenggarakan sewaktu-waktu sesuai dengan keperluan.
3. Rapat Kordinasi Nasional dihadiri oleh Pengurus Besar dan Pengurus Wilayah.

BAB XX
PERMUSYAWARATAN TINGKAT DAERAH

Pasal 58

1. Konfrerensi Wilayah adalah instansi permusyawaratan tertinggi untuk tingkat wilayah, dihadiri oleh pengurus wilayah utusan pengurus cabang yang ada didaerahnya, terdiri dari syuriyah dan Tanfidziyah.
2. konferensi wilayah diselenggerakan sekali dalam 5 (lima) tahun 
3. Konferensi Wilayah diselenggarakan atas undangan pengurs wilayah atau atas permintaan sekurang-kurangnya separuh Cabang yang ada didaerahnya.
4. Konferensi wilayah membicarakan pertanggungjawaban pengurus wilayah, menysun rencana kerja 5 (lima) tahun, memilih pengurus wilayah yang baru dan membahas masalah-masalah keagamaan dan kemasyarakatan pada umumnya terutama yang terjadi di wilayah bersangkutan.
5. pengurus Wilayah membuat rancangan tata tertib konferensi termasuk didalamnya tata cara pemilihan pengurus baru sebagaimana dimaksud Pasal 37 Anggaran Rumah Tangga.
6. Konferensi wilayah adalah sah apabila dihadiri oleh lebih dari separuh jumlah Cabang di daerahnya dan dalam pengambilan keputusan, Pengurus Wilayah sebagai lembaga dan tiap-tiap Cabang yang hadir mempunyai hak  1 ( satu ) suara.

Pasal 59

1. Musyawarah Kerja Wilayah diselenggarakan oleh Pengurus Wilayah sekurang-kurangnya 2 (dua) kali dalam 1 (satu) periode kepengurusan.
2. Musyawarah Kerja Wilayah dihadiri Pengurus pleno Wilayah dan Pengurus Cabang di daerahnya.
3. Musyawarah Kerja Wilayah membicarakan pelaksanaan keputusan-keputusan Konferensi Wilayah, mengkaji perkembangan organisasi dan peranannya di tengah masyarakat, membahas masalah keagamaan dan kemasyarakatan.
4. Dalam musyawarah Kerja Wilayah tidak diadakan pemilihan Pengurus baru.

Pasal 60

1. Konferensi Cabang instansi permusyawaratan tertinggi untuk tingkat Cabang, dihadiri oleh pengurus Majelis Wakil Cabang dan pengurus Ranting yang ada di daerahnya, terdiri dari Syuriyah dean Tanfidziyah.
2. Konferensi Cabang diadakan atas undangan Pengurus Cabang atau atas permintaan sekurang-kurangnya separuh dari jumlah Majelis Wakil Cabang dan Ranting di daerahnya.
3. Konferensi Cabang membicarakan pertanggungjawaban Pengurus Cabang, menyusun rencana kerja 5 (lima) tahun, memilih Pengurus Cabang dan membahas masalah-masalah keagamaan dan kemasyarakatan pada umumnya, terutama yang terjadi di cabang yang bersangkutan
4. Pengurus Cabang membuat Rancangan  Tata Tertib Konferensi, termasuk tata cara pemilihan Pengurus sebagaimana dimaksud Pasal 38 Anggaran Rumah Tangga.
5. Konferensi Cabang adalah sah jika dihadiri oleh lebih dari separuh jumlah Majelis Wakil Cabang dan Ranting di Daerahnya dan dalam pengambilan keputusan, Pengurus Cabang sebagai lembaga dan tiap-tiap Majelis Wakil Cabang dan ranting yang hadir mempunyai hak 1 (satu) suara.

Pasal 61

1. Musyawarah Kerja Cabang diselenggarakan oleh Pengurus Cabang sekurang-kurangnya 2 (dua) kali dalam 1 (satu) periode kepengurusan.
2. Musyawarah kerja Cabang dihadiri oleh Pengurus Pleno Cabang dan Pengurus Majelis Wakil Cabang didaerahnya.
3. Musywarah kerja Cabang membicarakan pelaksana-an keputusan-keputusan Konferensi Cabang, mengkaji perkembangan organisasi dan peranannya ditengah masyarakat, membahas masalah keagamaan dan kemasyarakatan.
4. Dalam Musyawarah Kerja Cabang tidak diadakan pemilihan pengurus baru.

Pasal 62

1. Konferensi Majelis Cabang adalah instansi permusyawaratan tertinggi pada tingkat Majelis Wakil Cabang, dihadiri oleh pengurus Majelis Wakil cabang dan utusan Pengurus Ranting yang ada didaerahnya, terdiri dari Syuriyah dan Tanfidziyah.
2. Konferensi Majelis Wakil Cabang diselenggarakan atas undangan pengurus Majelis Wakil Cabang atau atas permintaan sekurang-kurangnya setengah dari jumlah Ranting didaerahnya.
3. Konferensi Majelis Wakil Cabang membicarakan pertanggungjawaban Pengurus Majelis Wakil cabang,penyusunan rencanakerja untuk masa (lima) tahun,memilih Pengurus Wakil Cabang dan mem bahas masalah kemasarakatan pada umumnya,terutama nyang terjadi didaerahnya.
4. Pengurus Majelis Wakil Cabang mem buat rencana TataTertib Konferensi,termasuk Tatacara pemilihan pengurus sebagai dimaksud pasal 39 anggaran Rumah Tangga.
5. Konferensi Majelis Wakil Cabang adalah sah apabila dihadiri oleh dari separuh dari jumlah Ranting di daerahnya. Dalam setiap pengambilan keputusan, Pengurus Majelis Wakil Cabang sebagai satu kesatuan dan tiap-tiap Ranting yang hadir masing-masing mempunyai 1 (satu) suara.

Pasal 63

1. Musyawarah kerja Majeois Wakil Cabang di selenggarakan oleh Majelis Wakil Cabang sekurang-kurangnya 2 (dua) kali dalam 1 (satu) periode kepengurusan.
2. Musyawarah Kerja Wakil Cabang di hadiri oleh pengurus Pleno Majelis Wakil Cabang dan Pengurus Ranting di daerahnya.
3. Musyawarah Kerja Wakil Cabang membicarakan pelaksanaan keputusan-keputusan Konferensi Majelis Wakil Cabang, mengkaji perkembangan Organisasi dan peranannya di tengah masyarakat, membahas masalah keagamaan dan kemasyarakatan.
4. Dalam musyawarah Kerja Wilayah tidak ada pemilihan Pengurus baru.

Pasal 64

1. Musyawarah Anggota adalah instansi permusyawaratan tertinggi pada tingkat Ranting yang di hadiri oleh Anggot-anggota Nahdlatul Ulama di daerah Ranting dan di selenggarakan sekali dalam 5 (lima) tahun.
2. Musyawarah Anggota di selanggarakan atas undangan pengurus Ranting atau atas permintaan sekurang-kurangnya separuh dari jumlahAnggota Nahdlatu ULama di ranting bersangkutan.
3. Musyawarah Anggota adalah  sah apabila di hadiri separuh Anggota Nahdlatul Ulama di Rantiang tersebut. Setiap Anggota mempunyai hak 1 (satu) suara.
4. Musyawarah anggota membicarakan laporan pertanggung jawaban pengurus Ranting, menyusun rencana kerja untuk 5 (lima) tahun, memilih pengurus Ranting dan membahas masalah-masalah kemasyarakatan pada umumnya, terutama yang terjadi di daerah sebagaimana di maksud pasal 40 Anggaran Rumah Tangga.

BAB XXI
KEUANGAN DAN KEKAYAAN

Pasal 65

Uang pangkal. I’anah Syahriyah dan I’anah Sanawiyah yang diterima dari anggota Nahdlatul Ulama di gunakan untuk membiayai kegiatan Organisasi dan di manfaatkan dengan perimbangan sebagai berikut.
a. 55% untuk membiayai kegiatan Ranting.
b. 20% untuk membiayai kegiatan Majelis Wakil Cabang.
c. 15% untuk membiayai Cabang/Cabang istimewa.
d. 10% untuk membiayai kegiatan wilayah.

Pasal 66

1. Dalam laporan pertanggung jawaban pengurus Besar kepada Muktaamar di muat pula pertanggung jawaban keuangan dan inventaris Pengurus Besar, Lembaga, Lajnah dan Badan Otonom.
2. Dalam pertanggung jawaban pengurus Wilayah kepada Konferensi di laporkan pula pertanggung jawaban keuangan dan Inventaris pengurus Wilayah, Lembaga, Lajnah dan Badan Otonom.
3. Dalam laporan pertanggung jawaban pengurus cabang-Cabang istimewa kepada konferensi di laorkan pula pertanggung jawaban keuangan dan Inventaris pengurus cabang/cabang Istimewa, Lembaga, Lajnah dan Badan Otonom.
4. Dalam laporan pertanggung jawaban Pengurus Wakil Cabang Kepada Konferensi di laporkan pula pertanggung jawaban keuangan dan Inventaris Majelis Wakil Cabang, Lembaga, Lajnah dan Badan Otonom.
5. dalam laporan pertanggung jawaban pengurus Ranting kepada Musyawarah Anggota di laporkan pula pertanggung jawaban keuangan dan Inventaris Ranting dan Badan Otonom.

Pasal 67

Kekayaan Nahdlatul Ulama yang berupa harta benda tidak bergerak tidak dapat di alihkan hak kepemilikannya kepada pihak lain kecuali atas persetujuan Pengurus Besar.

BAB XXII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 68

1. Segala sesuatu yang belum cukup diatur dalam Anggaran Rumah Tangga ini ditetaokan lebih lanjut oleh Pengurus Besar Nahlatul Ulama.
2. Anggaran Rumah Tangga ini hanya dapat diubah oleh Muktamar.

Ditetapkan di : Asrama Haji Donohudan Boyolali, Jawa Tengah
Pada Tanggal: 16 Syawal 1425 H
29 November 2004 M

Tidak ada komentar:

Posting Komentar